Search

Sudah Dua Kali Kena Tsunami Mengapa BMKG Kebobolan?

DALAM tempo 2,5 bulan kita dua kali terkena tsunami. Donggala-Palu akhir September 2018, Banten-Lampung 22 Desember lalu. Sedikitnya 2.500-an orang meninggal dunia. Seorang dosen UGM mempertanyakan, kenapa sampai 2 kali kita kebobolan? Dia minta Presiden Jokowi merombak total BMKG, sehingga tak perlu gagal berkelanjutan.

Sabtu malam 22 Desember 2018 adalah malam  Minggu kelabu bagi penduduk Banten dan Lampung. Pukul 21.30 saatnya orang-orang hendak berangkat ke peraduan, atau kalangan wisnu (wisatawan nusantara) sedang menikmati musik-musik di pantai Tanjung Lesung Banten, tiba-tiba datang air laut bergulung-gulung. Panggung ambruk, pemain dan penonton terseret ombak laut.  Hiburan malam itu berubah jadi bencana.

Hingga hari ini korban tewas tercatat  430 orang,1.485 luka-luka dan 154 hilang.  Orang pun bertanya, mengapa musibah tsunami kok sampai berjilid, dari Palu-Donggala pindah ke Banten-Lampung? Dari dua tempat itu korban tewas tercatat sekitar 2.500-an. Memangnya Indonesia tak memiliki alat pendeteksti tsunami, sehingga korban begitu banyak?

Dosen Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bagas Pujilaksono, mengecam kinerja BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika) pimpinan Dwikorita Karnawati, yang mantan rektor UGM itu. Lewat surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Jokowi, dia minta lembaga yang ngurusi gempa dan tsunami itu dirombak total.

Bagas Pujilaksono menilai, kasus tsunami Selat Sunda jelas ini adalah bentuk kegagalan BMKG dalam memberikan early warning (peringatan dini) kepada rakyat, sehingga harus jatuh banyak korban. Hal ini tidak harus terjadi jika kinerja BMKG sesuai tupoksinya. “Para pimpinan BMKG justru malah sibuk ngoceh di TV, padahal ocehannya hanya menimbulkan blunder.” Kata Bagas.

Sebagaimana penjelasan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Sutopo Purwonugroho, tsunami Selat Sunda itu akibat longsoran gunung anak Krakatau, dan Indonesia belum punya alat pendeteksinya.

Tambah celaka lagi, alat pendeteksi tsunami akibat gempa juga banyak yang rusak dan hilang dicuri orang. Itulah orang Indonesia, mental “pemulung”-nya begitu menonjol. Sense of belongingnya begitu rendah, para pencurinya tak menyadari bahwa keisengan itu bisa mengancam ribuan nyawa orang. – (gunarso ts)

Let's block ads! (Why?)

http://poskotanews.com/2018/12/29/sudah-dua-kali-kena-tsunami-mengapa-bmkg-kebobolan/

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

Powered by Blogger.