Search

Ketika Petugas KPPS dan Polisi menjadi Pahlawan Demokrasi

EFFENDI Gozali selaku pengusul dan MK sebagai pengabul, pasti tak pernah membayangkan Pemilu serentak begini akibatnya. Gara-gara Pileg-Pilpres digabung jadi satu, banyak petugas KPPS, Panwaslu dan polisi meninggal kecapekan. Tragis memang, honornya tak seberapa, mereka cuma dihibur dengan sebutan: pahlawan demokrasi.

Pemilu legislatif dan Pemilu presiden memang mahal ongkosnya. Maka dengan alasan untuk menghemat anggaran sekaligus memunculkan banyak Capres pilihan, pakar komunikasi Effendi Gozali uji materi ke MK, tentang perlunya Pileg-Pilpres digabung. Ternyata MK mengabulkan, tapi Pemilu serentak itu untuk tahun 2019.

Baik Effendi Gozali maupun MK rupanya tak pernah berfikir bahwa penggabungan dua pemilu tak hanya menghemat anggaran, tapi juga menguras energi petugas. Mempersiapkan dua hajatan sekaligus bukan perkara mudah. Saat pencoblosan sih hanya 7 jam (07.00 – 13.00), tapi penghitungan tanpa batas. Ada yang baru selesai pukul 00.00, banyak pula yang sampai bedug subuh.

Penghitungan memang perlu ketelitian tinggi. Bila jumlah surat suara tak klop dengan perolehan suara, harus dihitung ulang, nyelip ke mana itu surat suara. Karenanya banyak petugas KPPS yang terforsir tenaganya. Malam menjelang coblosan 17 April, mereka sudah mempersiapkan ada yang sampai pukul 03.00 dinihari. Beberapa jam kemudian, sudah siap melayani pencoblosan, terus disambung penghitungan.

Gara-gara kecapekan jadi KPPS, di Jabar dilaporkan 12 meninggal, di Jateng 8 orang, Jatim 9 orang, belum lagi yang bunuh diri dua orang. Korban meninggal dari Panwaslu tercatat 14 orang, dan polisi 10 orang. Mereka kemudian hanya dapat gelar: pahlawan demokrasi.

Berapa honor petugas KPPS? Jauh dari memadai. Untuk ketua Rp 550.000,- dan anggota Rp 500.000,- tapi tak diterima utuh karena ada potongan pajak 3 persen. Mereka memang tak pernah mempersoalkan, karena itung-itung itu kerja sosial demi negara. Tapi jika pekerjaan sosial itu nyawa harus dikorbankan, benar-benar apes namanya.

Petugas KPPS itu bekerja tak hanya di hari H semata, tapi sudah mempersiapkan jauh hari sebelumnya. Maka memberi honor setingkat UMP (Upah Minimun Provinsi) sampai Rp 3-4 juta juga sudah selayaknya. Bila sudah kejadian seperti sekarang, cukupkah para “pahlawan demokrasi” itu hanya memperoleh santunan dari KPU? Presiden terpilih layak memikirkanya, khususnya untuk keluarga yang ditinggalkan. – gunarso ts

Let's block ads! (Why?)

http://poskotanews.com/2019/04/22/ketika-petugas-kpps-dan-polisi-menjadi-pahlawan-demokrasi/

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

Powered by Blogger.