KENAPA ya dulu kok MK mengabulkan uji materi Effendi Gozali, sehingga Pileg dan Pilpres 2019 dilaksanakan serentak. Akibatnya jadi carut marut begini. Katanya biar hemat, tapi hebohnya jadi seperti mau kiamat. Maka banyak yang menyarankan, tahun 2024 nanti Pileg-Pilpres dipisah saja. Terlalu mahal ongkos politik dan sosialnya.
Pemilu serentak tahun 2019 ini negara mengalokasikan anggaran Rp 24,9 triliun, ada kenaikan Rp 700 miliar dibanding Pileg-Pilpres 2014 yang berbiaya Rp 24,1 triliun. Ada kenaikan hanya sekitar 3 persen memang kecil. Secara ekonomi Pemilu serentak memang menghemat, tapi ongkos sosial dan politiknya jadi lebih mahal.
Pekerjaan dua kali dikebut menjadi satu, memang menjadi berat. Bikin termehek-mehek. Itulah kondisi Pemilu sekarang. Dari berbagai daerah banyak laporan, tak bisa memungut suara serentak 17 April karena logistik belum sampai. Ada pula yang tertukar, surat suara kurang.
Karena Pemilu serentak, surat suara menjadi 5 buah, yakni untuk pilih: Capres, DPR, DPRD, DPRD kabupaten dan DPD. Ini bikin bingung pemilih. Belum ngitungnya di TPS, banyak yang bedug subuh baru selesai (pukul 04.00). Paling mengenaskan, banyak Ketua KPPS meninggal kecapekan. Di Jabar saja sudah tercatat 10 orang jadi korban.
Para Ketum parpol mengeluh pada Wapres JK, agar 5 tahun ke depan tak usah mengikuti buah pikiran Effendi Gozali lah, wong dia sendiri kini juga menyesal atas usulannya. Gara-gara Pemilu borongan, masa kampanye sampai 7 bulan, Indonesia jadi panas terus, di sana-sini terjadi gontok-gontokan dan saling maki di medsos gara-gara membela jagoannya.
Parpol memang paling banyak dirugikan. Perhatian jadi terbagi, anggaran juga repot membaginya. Di satu sisi harus menangkan Caleg-Calegnya, di sisi lain harus menangkan Capres yang diusung koalisinya. Ibarat emak-emak gendong bayi, harus juga nuntun balitanya.
Paling ngenes ketika Pemilu usai, perhatian rakyat hanya fokus pada Pilpres, Pilegnya benar-benar dilihat sebelah mata, seakan anak tiri. Banyak parpol yang gagal ke Senayan juga karena tak bisa fokus.
Hanura misalnya, mati-matian membela Capres No. 01, tapi berdasarkan quick count sementara lembaga survei, gagal ke Senayan karena perolehannya di bawah 4 persen. Bayangkan, jagoannya menang tapi tak kebagian kursi kabinet nantinya. – (gunarso ts)
http://poskotanews.com/2019/04/20/sudahlah-pemilu-serentak-jangan-lagi-digelar-di-2024/Bagikan Berita Ini