Lika-liku Markus Horison Si Legenda Timnas Indonesia
TESTIMONI
Markus Horison, CNN Indonesia | Senin, 30/09/2019 08:32 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --Banyak yang bertanya-tanya mengapa karier sepak bola saya terlalu cepat tenggelam? Bagi saya tidak demikian. Karena segala sesuatu yang pernah datang dan pergi, saya jalani dengan ikhlas dan penuh rasa syukur.
Terserah kalian mau panggil saya dengan sebutan yang mana. Karena saya adalah saya. Dan, segala keputusan dalam hidup saya dilakukan secara sadar tanpa paksaan.
Semula kiper adalah posisi yang paling saya hindari saat bermain sepak bola. Tugas sebagai striker atau bek lebih sering saya mainkan hingga akhirnya 'terpaksa' jadi kiper.
Tidak seperti pesepakbola lainnya, saya terbilang telat ikut SSB, yakni saat SMP. Pelatih di SSB Brandan Putera tiba-tiba menunjuk saya sebagai kiper cadangan. Mungkin karena postur saya cukup tinggi.
Sebenarnya saya merasa terpaksa. Tapi jika menolak, saya tidak masuk tim untuk bermain di turnamen SSB. Saya mendapat kesempatan bermain beberapa kali, tapi SSB kami kalah karena saya memang tak pandai jadi kiper saat itu.
Markus Horison saat ditemui CNNIndonesia.com di hotel Jakarta. (CNN Indonesiaa/ Jun Mahares)
|
Untuk tambah pengetahuan saya sering bergadang nonton siaran langsung pertandingan Liga Italia di televisi. Maklum, internet masih jadi barang langka dan saya belum kenal Youtube.
Saya menunggu-nunggu penampilan Gianluca Pagliuca (Inter Milan), Gianluigi Buffon (Parma), dan Dida (AC Milan). Jujur, saya jadi makin percaya dan nekat ikut seleksi PPLP Sumatera Utara.
Setelah lulus saya menjalani karier di klub-klub kampung. Mulai PSL Langkat, PSKB Binjai, PS Batam, hingga akhirnya mencoba seleksi di klub idola saya PSMS Medan pada 2002.
Sayang saat itu saya belum dilirik PSMS. Beruntung mendapat tawaran langsung dari manajemen Persiraja Banda Aceh yang sedang menjalani pemusatan latihan di Medan. Tanpa pikir panjang, saya terima.
Setelah setahun membela Persiraja, PSMS justru melirik saya. Mungkin karena sudah lihat penampilan saya langsung. Waktu itu Persiraja pernah mengalahkan PSMS di Stadion Teladan, Medan.
Terhindar dari Tsunami
Persiraja sebenarnya ingin memperpanjang kontrak saya setahun lagi. Tapi, saya tak bisa menolak tawaran PSMS, klub impian saya sejak kecil. Manajemen Persiraja akhirnya merestui meskipun berat rasanya meninggalkan sahabat-sahabat saya di Aceh.
Markus Horison saat masih berseragam Timnas Indonesia. (Foto: ADEK BERRY / AFP)
|
Saya janji kalau nanti tak betah di PSMS akan kembali ke Persiraja di musim berikutnya. Tapi, apa daya. Itu menjadi perbincangan terakhir kami.
Tanggal 26 Desember 2004 menjadi akhir perjalanan hidup Irwansyah. Jasadnya hilang diterjang tsunami bersama lebih 200 ribu korban lainnya. Saya banyak merenung usai tsunami Aceh. Mungkin saya juga bisa jadi korban jika saat itu memilih lanjut bermain untuk Persiraja. Tapi, Allah punya rencana lain untuk saya.
(jun)Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini