RAMBUTNYA panjang sebahu, dia ganteng dan berwibawa. Dia adalah seorang hakim yang cukup disegani di wilayah pengadilannya. Oleh terdakwa apa saja, termasuk koruptor. Dia juga disegani oleh teman sejawatnya.
Mengapa begitu? Ya, dia adalah hakim yang memegang teguh sumpah jabatannya, bahwa akan berbuat adil seadil-adilnya. Nggak mempan oleh bujuk rayu setan. Terutama setan penyogok, alias tukang suap.
Tapi sayang, dia bertindak sendirian. Di satu pengadilan negeri ’Antah berantah’ tesebut, merasa sia-sia, karena kawan-kawannya masih doyan uang sogokan, selalu saja menggagalkan tindakannya. Jadi apa boleh buat, dia pun mencari jalan lain, sebagai ‘hakim jalanan’. Dia adalah jagoan dalam kegelapan malam, ‘sang jagoan’ dengan menyaru sedemikian rupa, melibas penjahat dengan caranya. Penjahat yang tidak terjangkau oleh hukum, dia libas habis, tanpa ampun!
Adakah hakim yang kayak begitu di negeri ini? Ada dan banyak. Maksudnya bukan jadi hakim jalanan, tapi hakim yang menghukum sesuai keadilan. Hakim yang masih meyakini, bahwa mereka adalah Wakil Tuhan.
Apa diantara mereka ada yang sudah lupa pada sumpahnya? Nggak usah ditanya, tapi kalau mau jawabannya juga, ya bolehlah bahwa sampai bulan terakhir ini, KPK masih menangkap mereka yang lagi asyik menerima suap. Tuh, hakim dan panitera di Jakarta Selatan kepergok petugas.
Banyak yang menyesalkan tindakan tersebut. Kok,nggak kapok-kapok juga ya? Padahal kan sudah banyak contoh? Ah, sudahlah, memang dasarnya manusia yang nggak mau mengambil hikmah dan nasihat dari kasus sebelumnya. Mereka nggak melihat bahwa itu korupsi, nggak baik karena sangat merugikan.
Nah, kalau sudah begitu, apa nggak meyesal? Menyesal, sih. Tapi kan baru di belakang menyesalnya? Karena, di depan sebelumnya, yang mereka lihat hanya duit, duit dan duit doang!
Ah, boro-boro mau jadi jagoan melibas kejahatan, wong melawan kejahatan yang ada pada diri sendiri saja nggak mampu? Ya, sudahlah, hakim kan juga manusia?-massoes
Bagikan Berita Ini