BANGGALAH menjadi seorang ayah. Mengapa, karena ayah adalah satu sosok, satu pemimpin keluarga. Siapa pun mereka, tak memandang kasta atau jabatan, buruh rendahan, petani, pedagang atau pejabat tinggi, di lingkungan rumah tangganya, ayah tetap ayah, yang menjadi kebanggaan bagi istri dan anak- anaknya.
Maka ketika anak-anak ditanya soal kenangan apa yang paling membekas dengan sang ayah? Sang anak terus bercerita panjang, bahwa sangat banyak kenangan yang nggak bisa tuntas diceritakan dalam satu hari. “Ayahku tegas. Tapi juga lembut. Saya ingat benar letika malam saya mimpi buruk, ayah menghampiriku dan bercerita soal mimpi. Mimpi itu kembang tidur, kata ayah. Tapi, kita juga harus punya mimpi. Mimpi jadi orang besar, jadi pemimpin, jadi presiden juga boleh. Pokoknya banyaklah kenangan sama ayah.
Para seniman dan penyanyi pun menumpahkan kebanggaan mereka. Betapa mereka memuji kehebatan, kegigihan dan ketangguhan seorang ayah. ‘Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini, keriput tulang pipimu gambaran perjuangan, bahumu yang kekar legam terbakar matahri, kini kurus dan terbungkuk hm… ‘ Begitu Ebiet, menyandungkan kenangannya pada sang Ayah.
Jadi bukan soal bahwa sekarang ini ada ‘Hari Ayah’, yang pekan ini diperingati, tapi bahwa ayah adalah punya segudang tanggung jawab bagi keluarga. Ayah tulang punggung kehidupan keluarga. Ayah mencari nafkah, ayah melindung, istri dan anaknya! Pokoknya banyaklah peran sang ayah.
Sebagai ayah harus bangga. Sekali lagi bangga. Bahwa banyak amanah yang diemban ayah. Tapi, tentu saja ini adalah ayah yang baik, ayah yang selalu ingat pada keluarga. Karena nggak sedikit, ayah yang melepaskan tanggungjawabnya. Ayah yang dengan seenaknya pergi meninggalkan istri dan anak-anaknya!
Tapi ada juga oknum ayah yang saking getolnya mencari nafkah, seperti yang punya jabatan tinggi, eh pada menyimpang. Jadi koruptor.
Ayah, pahlawanku, jangan korupsi. Malu ah! – (masses)
Bagikan Berita Ini