Search

'Gado-gado' Ghesquiere untuk Louis Vuitton di Paris

'Gado-gado' Ghesquiere untuk Louis Vuitton di Paris

Paris, CNN Indonesia -- Paris Fashion Week selalu ditutup dengan pagelaran show dari rumah mode Louis Vuitton.

Untuk koleksi musim panas 2020 mereka, Louis Vuitton mempersembahkan sebuah show yang berlokasi di tenda kaca di Cour Carrée du Louvre (lokasi piramida Louvre karya I.M.Pei yang ikonik itu ditutup karena Cour Carrée hanya bisa diakses melalui area piramida).

"Kami ingin menjelajahi gagasan tentang apa yang menurut banyak orang ketinggalan zaman dan kuno, dan nostalgia ke masa lalu, sebuah masa yang hanya bisa kami impikan," kata Nicolas Ghesquière, dalam pernyataan dari rumah mode tersebut.

Set lokasi show Louis Vuitton kali ini terlihat lebih minimalis dari biasanya. Kali ini set lokasi hanya terdiri dari tempat duduk yang ditata mirip tempat duduk stadion berbahan pinus dan catwalk papan kayu. Seperti rumah mode lain, Louis Vuitton juga mempertimbangkan show yang lebih ramah lingkungan.

Papan-papan kayu tersebut bersumber dari hutan pinus yang dikelola secara berkelanjutan di wilayah Landes di Perancis. Pascashow, papan-papan kayu ini akan dibongkar dan disumbangkan untuk digunakan kembali sebagai bagian dari kemitraan dengan ArtStock (perusahaan yang mendaur ulang alat peraga, set dan peralatan panggung). Semua demi sustainability.

Foto: Dok. Fandi Stuerz

Bukan berarti teknologi canggih absen dari show ini; di satu dinding, layar menjulang dari lantai hingga ke langit-langit memutar versi video musik penyanyi Inggris Sophie dengan lagunya "It's Okay To Cry", dibuat bersama dengan sutradara video musik Prancis Woodkid. Matahari terbenam, cuaca berawan yang disusul badai petir yang dramatis menjadi mood utama video musiknya.

Nicolas Ghesquière tidak bersedia untuk wawancara pasca-pertunjukan, namun melalui pernyataan resmi, ia mengatakan bahwa koleksi ini mencerminkan semangat La Belle Époque, sebuah periode singkat di mana Prancis mengalami perubahan besar dan berkembangnya modernitas dari akhir Perang Perancis-Prusia pada tahun 1871 ke pecahnya Perang Dunia I pada tahun 1914.

Dari sana, Ghesquière merenungkan hal-hal yang lazimnya dianggap usang dan terlupakan, dan tentu saja mengenai ide Dandyism, keangkuhan dan kemewahan yang merupakan akar keanggunan khas Prancis. Meskipun terlihat seperti gado-gado ide dan inspirasi, Ghesquière adalah ahli dalam menciptakan persatuan dari unsur-unsur yang berbeda. Kreativitasnya yang tajam untuk membuat koleksi edgy terasa sangat kuat dalam koleksi ini.

Ghesquière mengungkapkan bahwa dia secara langsung terinspirasi oleh kaca patri di rumah keluarga Louis Vuitton di pinggiran Paris, Asnières-sur-Seine.

Dilukis dengan tangan oleh Paul-Louis Janin pada pergantian abad ke-20, sulur-sulur kaca dan bunga-bunga di jendela kediaman megah, yang dulunya rumah bagi George Vuitton, putra Louis Vuitton, dimunculkan melalui gaun mini ala 1960-an dengan kerah bundar dan lengan balon, dan mantel double-breasted retro dengan keliman halus.

Kerah yang tajam ditampilkan dengan gaya Peter Pan, sepatu tumit bertumpuk, dan celana panjang berpotongan cropped muncul ditemani dengan clutch berbentuk kaset retro.

Aksesori bunga anggrek disematkan di banyak kerah, dan jaket berpotongan single-breasted, pada rompi rajutan dan hiasan payet, serta pada gaun mini yang cerah dan mantel A-line coquettish, membawa sentuhan parlente yang jadi ciri khasnya.

Foto: Dok. Fandi Stuerz

Hal yang mendasari La Belle Epoque Belle sebenarnya bukanlah siluet tertentu, namun lebih ke semangat dan visi. Ada banyak unsur vintage yang ditampilkan, tetapi semuanya dikemas menjadi satu dan mendapatkan sentuhan Ghesquière yang ultra-modern.

Saat desainer menemukan masa lalu untuk menemukan masa depan, biasanya mereka 'terjerumus' terlalu jauh dalam nostalgia. Namun sebaliknya, Nicolas Ghesquière ternyata mampu menciptakan modernitas dan tidak terjebak di dalamnya. (chs)

Let's block ads! (Why?)

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini
Powered by Blogger.