Karena Boba Tak Pernah 'Mati'
Analisis
Puput Tripeni Juniman & Elise Dwi Ratnasari, CNN Indonesia | Minggu, 08/09/2019 09:44 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Jarum jam terus berdetak. Tak terasa waktu sudah berjalan lebih dari 60 menit. Tapi, si minuman berboba yang bikin penasaran tak kunjung tiba di hadapan Arvin Vinsensius.Setelah hampir dua jam menunggu, nomor antrean milik Arvin pun dipanggil. Angka '40' tertera dalam secarik kertas antrean. Tak tunggu waktu lama, segelas bubble tea pun di tangan. Segar seketika.
"Padahal, waktu itu datangnya [ke mal] masih pagi," ujar food influencer satu ini kepada CNNIndonesia.com. Arvin datang pukul 10.20 WIB untuk mencoba minuman berboba Xing Fu Tang di salah satu mal ibu kota. Waktu yang terbilang 'nyubuh' untuk bertandang ke mal.
Mau tak mau, menunggu jadi satu hal yang harus dilakoni Arvin. Maklum, minuman dingin dengan topping si kenyal bola tapioka itu tengah naik daun. Minuman itu dianggap praktis untuk dikonsumsi. Jalan-jalan di mal dengan bubble tea di tangan jadi pilihan ciamik banyak orang masa kini.Sensasi rasa kenyal boba dianggap sebagai salah satu alasan yang bikin banyak orang kepincut. "Kayak lebih puas, ada yang dikunyah [dulu]. Enggak cepat habis," kata pemilik akun Instagram @BuncitFoodies itu.
[Gambas:Instagram]
Minuman berboba diyakini lahir di Taiwan pada tahun 1980-an. Ia lahir dari tangan seorang pemilik toko teh di Kota Taichung, Liu Han Chien, yang bereksperimen dengan menu teh susu konvensional. Boba jadi salah satu yang hadir mewarnai eksperimennya.
Boba sendiri merupakan penganan yang terbuat dari tepung tapioka. Bentuknya bulat kecil serupa kelereng. Teksturnya yang kenyal menggoda banyak orang. Amerika Selatan disinyalir sebagai tempat pertama kalinya tapioka digunakan.
Di Taiwan, bubble tea layaknya es cendol yang bisa dinikmati sambil dibawa ke mana-mana. Sejak tahun 1990-an, bubble tea berkelana ke Amerika Serikat (AS), menyusul para imigran Taiwan yang berdatangan ke Negeri Uwak Sam. Eksistensi minuman berboba pun terus melesat ke berbagai penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia, yang ditengarai muncul sejak dua dekade silam.Jika Anda besar di awal 2000-an, tentu Anda tahu sebuah brand minuman bernama Quickly. Berdiri di Taiwan sejak tahun 1996, Quickly terus merambah pasarnya ke berbagai negara Asia. Pada tahun 2001, gerai pertama Quickly Indonesia dibuka di Plaza Indonesia, Jakarta.
Dengan standar pembuatan bubble tea yang orisinal, sebanyak 80 persen bahan diimpor dari Taiwan. Konsistensi rasa adalah satu hal yang membuat Quickly terus bertahan.
Ilustrasi. Xing Fu Tang, salah satu gerai minuman berboba asal Taiwan yang membuka cabangnya di Indonesia. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
|
Mulanya adalah rasa terpukau pada gerai Quickly-yang kebetulan-tengah ngetren di Singapura. Antrean konsumen yang mengular di Singapura membuat para pendiri berpikir untuk membuka gerai yang sama di Indonesia. Meski gerai yang dimiliki hingga saat ini tak terlalu banyak, tetap saja Quickly menjadi salah satu pionir bubble tea ala Taiwan di Indonesia.
Taro Milk Tea menjadi cita rasa legendaris yang dihadirkan Quickly. "Kalau tanya 'boba lovers', taro [punya] Quickly still the best," ujar Direktur Quickly Indonesia, Nini Faridz kepada CNNIndonesia.com. Perpaduan rasa talas ungu (taro) dengan teh susu dingin serta kenyalnya boba membuat para pelanggan setia terus berdatangan.
Apa yang dialami Xing Fu Tang dan sederet gerai boba masa kini lainnya juga dirasakan oleh Quickly pada dua dekade lalu. Tak berbeda, antrean mengular jadi hal biasa pada masa awal Quickly berdiri. "[Quickly] diantrein panjang banget. Meledak!," kata Nini. Apalagi saat itu, lanjut Nini, brand luar yang hadir di Indonesia jumlahnya masih terbilang sedikit, bahkan nyaris tak ada.Antrean yang mengular saat Quickly hadir menjadi bukti bahwa antusiasme masyarakat terhadap minuman satu ini tak berubah. Sama saja, dulu dan sekarang.
Dalam rentang waktu dua dekade itu, beragam brand luar--dengan produk yang sama--datang ke Indonesia. Nama-nama seperti Chatime, Tiger Sugar, KOI, Ban Ban, dan masih banyak lagi menjadi incaran banyak orang. Antrean? Ah, biasa.
(asr)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini