Indonesia vs Malaysia dan Bumbu Rivalitas Luar Lapangan
Jakarta, CNN Indonesia -- Sepak bola tak bisa lepas dari kondisi sosial budaya dan politik, apalagi jika yang diperbincangkan adalah pertandingan Timnas Indonesia vs Malaysia.Sebagai negara tetangga, kedua kesebelasan amat sering berjumpa di berbagai ajang dari beragam kelompok umur. Di level senior, Garuda dan Harimau Malaya setidaknya sudah bertemu 95 kali sejak 1957.
"Sebetulnya menurut saya seperti rivalitas benci tapi rindu. Karena pada dasarnya kita serumpun, sama-sama memiliki bahasa Melayu. Terlebih karena keduanya sama-sama belum pernah ke piala dunia, jadi ada ketegangan emosional," ucap pengamat sepak bola M Kusnaeni ketika dihubungi CNNIndonesia.com.
Pertemuan di lapangan hijau antara dua negara jiran ini selalu penuh gengsi, serupa derbi yang melibatkan klub top Eropa, macam derbi Madrid, derbi Milan, derbi Manchester dan duel-duel yang melibatkan dua tim satu wilayah.
![]() |
"Saya pikir rivalitas enggak cuma sama Malaysia saja, tetapi sama satu negara ASEAN. Banyak juga benturan politis yang buat rivalitas jadi makan panas, belum lagi dulu banyak isu-isu perbatasan dengan Malaysia. Jadi itu yang buat masyarakat seolah-olah kita jadi musuh bebuyutan padahal enggak," ucap Bambang Nurdiansyah yang memiliki pengalaman membela Timnas Indonesia melawan Malaysia di era 1980-an.
[Gambas:Video CNN]
Perbedaan pendapat di bidang politik dan sosial yang membenturkan kedua negara acap dibawa-bawa ke laga sepak bola.
Slogan 'Ganyang Malaysia' yang dikumandangkan Soekarno dengan berapi-api pada tahun 1964 terkait dengan perseteruan Indonesia soal pembentukan Federasi Malaysia, sering kembali bergaung ketika Timnas Indonesia akan bertemu dengan Malaysia di berbagai ajang.
![]() |
Dalam kehidupan selanjutnya hubungan Indonesia dan Malaysia sempat memanas lantaran kabar-kabar negatif mengenai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Selain itu klaim budaya, seperti kesenian reog, lagu Rasa Sayange, tari pendet, dan batik juga sempat menjadi 'bahan bakar' dalam pertemuan Indonesia dengan Malaysia.
"[Rivalitas] lebih ke sentimen geografis. Yang satu merasa lebih berpendidikan dan kaya dari tetangganya. Faktor itu tidak sampai memantik. Yang lebih besar karena faktor media sosial," jelas Kusnaeni.
"Media sosial ramai, jadi kenapa kalau kita lawan Malaysia seolah-olah seperti final padahal bukan final. Harusnya kita berpikir Thailand yang harus dikalahkan," ujar Bambang menilai medsos sebagai salah satu biang keramaian laga Indonesia vs Malaysia.Terlepas dari perselisihan yang ada dan seperti terjaga hingga kini, sejatinya hubungan sepak bola Indonesia dan Malaysia tak ubah seperti persaingan dua tim yang lumrah terjadi. Konflik antar pemain di lapangan, isu-isu kecurangan, bahkan hingga ke lapangan kerja seperti yang kini dinikmati Saddil Ramdani bermain di Pahang FA. (nva/jun)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini