Pengamat Ungkap Marak Profesi 'Pemulung Data' di Era Digital

Yudhi mencontohkan fenomena itu terjadi ketika warganet bertujuan baik mencarikan pemilik foto-foto Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), dan data pribadi lain yang diunggah ke media sosial.
Celakanya, pengunggah justru tidak mengaburkan (blur) informasi pribadi ketika mengunggah dokumen-dokumen tersebut agar tidak terlihat. Akibatnya, data-data 'telanjang' ini menjadi santapan favorit para pemulung data.
"Soal KTP itu ada pemulung data, ya itu di lapangan benar adanya. Saya ikut grup-grup Facebook di beberapa daerah, tujuan dia baik untuk mencari orang yang ketinggalan KTP, SIM, ijazah, tapi malah di foto terus di share," kata Yudhi kepada CNNIndonesia.com, di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (31/7).
Ia berharap orang-orang yang menggunggah dokumen dengan tujuan baik ke media sosial setidaknya menghitamkan informasi data pribadi, seperti alamat rumah, nomor telepon, dan sebagainya.Pasalnya jika hal itu tidak dilakukan, maka pemulung data mengintai dan sangat mudah mengumpulkan data setiap hari.
"Itu pemulung data dengan senang mengumpulkan data seperti itu. Dan itu mudah sekali, setiap hari memang ada data-data bertebaran (misalnya) di grup Facebook," ujarnya.
Istilah pemulung data pertama kali disebut Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh. Ia mengimbau masyarakat agar tidak sembarangan mengunggah data kependudukan seperti KTP elektronik dan Kartu Keluarga (KK) ke media sosial.Menurut Zudan, data kependudukan yang beredar di dunia maya sangat mudah untuk disalahgunakan. Dia meminta masyarakat waspada terhadap praktik jual beli Nomor Induk Kependudukan (NIK), e-KTP dan KK.
[Gambas:Video CNN] (jnp/evn)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini