Membumikan Bumi Manusia, Mimpi Panjang Pramoedya Ananta Toer
Jakarta, CNN Indonesia -- Bumi Manusia tak bisa dilepaskan dari sosok Pramoedya Ananta Toer, begitu pula sebaliknya. Kisah pembuka dari Tetralogi Buru itu adalah mahakarya sang sastrawan, sekaligus cendera mata budaya juga kesastraan Indonesia.Dibuat oleh Pram semasa dirinya menjadi tahanan politik Orde Baru di Pulau Buru, sebuah pulau di tengah Kepulauan Maluku, pada 1969-1979, Bumi Manusia mengisahkan pergolakan sosial di era kolonialisme.
Bukan sekadar pergolakan sosial, Bumi Manusia mengandung nilai nasionalisme berbalut humanistis yang diakui banyak kalangan membuka pandangan sebagian besar pembacanya.
Buku ini begitu kuat dampaknya. Sekuat karisma sekaligus pemikiran seorang Pramoedya Ananta Toer. Namun karena kekuatan itu pula, ia harus menjadi korban tahanan politik karena dianggap menyebarkan paham komunisme.
Meskipun, secara faktual, Pramoedya adalah anggota dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), organisasi kebudayaan sayap kiri di Indonesia yang berdiri atas inisiatif petinggi Partai Komunis Indonesia (PKI) D.N Aidit, Nyoto, MS Ashar dan A.S Dharta.Namun tutur narasi Pramoedya melalui Bumi Manusia dan buku-buku Tetralogi Buru dipandang lebih kental masalah cinta dan kemanusiaan, alih-alih ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Bumi Manusia menceritakan kisah Minke, salah satu anak pribumi yang bersekolah di HBS. Kala itu, HBS merupakan sekolah yang hanya menerima orang-orang keturunan Eropa. Namun, Minke menjadi pengecualian sebab seorang anak pesohor, pandai serta piawai menulis.
Selain Minke, Pram juga menuliskan kisah Nyai Ontosoroh dalam Bumi Manusia. Saat itu, nyai merupakan sebutan bagi perempuan yang tak memiliki norma kesusilaan karena statusnya sebagai istri simpanan. Hal itu membuat Nyai Ontosoroh tak memiliki hak asasi manusia yang pantas.
![]() |
Hal-hal itu yang kemudian membuat Bumi Manusia menjadi salah satu karya sastra terbaik dari Pramoedya Ananta Toer dan diamini sastrawan Puthut EA.
Pram, kata Puthut, cerdik dalam mengolah elemen-elemen dasar sastra dan sejarah. Bumi Manusia juga dinilai memiliki deskripsi yang kuat termasuk karakter setiap tokohnya.
"Pram membangun konflik sangat terukur. Kehebatan Pram dalam menulis adalah ketika saya menjadi pembaca merasa makin berani menghadapi tantangan hidup," kata Puthut saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
![]() |
"Tulisan Pak Pram sangat kuat. Tulisan Pram juga membuat saya semangat menulis lagu," lanjutnya sekaligus mengakui karya Pram menggugah nasionalisme dalam dirinya.
Namun, proses menyampaikan nilai kuat dari Pramoedya Ananta Toer melalui Bumi Manusia tak semudah membalikkan telapak tangan. Pelarangan dari pemerintah membuat peredaran buku ini amat terbatas, sekaligus berbahaya karena melanggar hukum.
"Jadi sebetulnya karya Pram dilarang di zaman Orde Baru bukan karena karyanya, tapi karena Orde Baru takut eksistensi Pram muncul dan menjadi penghambat Orde Baru," tutur Puthut.
"Seandainya karya-karya Pram ditulis dengan nama penulis lain, haqul yakin tidak akan diberedel," Puthut menegaskan.
![]() |
"Ya sering diancam akan diculik, dipenjara, karena dianggap subversif saat itu kan. Itu biasa," kata penulis Mujib Hermani yang juga anggota dari penerbit karya Pramoedya Ananta Toer, Hasta Mitra.
"Harus jelas siapa yang beli. Kalau enggak kenal, tidak mau. Misalnya pas janjian di halte, bukunya dibungkus koran dan disimpan di tempat lain dulu. Temuin dulu orangnya baru kasih bukunya," cerita Mujib.
Upaya membumikan Bumi Manusia terus berjalan melewati beragam rezim, orde, dan zaman. Hingga ada banyak tawaran mengangkat cerita ini supaya bisa diakses banyak orang, mulai dari pentas teater, hingga kini dalam bentuk film Bumi Manusia yang rilis pada 15 Agustus 2019."Cara mengonsumsi novel pasti beda dengan film. Novel yg ditafsirkan dan direkreasikan lewat film, pasti mengalami perubahan," kata Puthut.
"Jadi ketika saya (nanti) menikmati film Bumi Manusia, itu akan saya nikmati sebagai sebuah film. Bahwa ada referensi novel di kepala saya, itu wajar. Tapi menginginkan novel bisa dipindahkan begitu saja ke medium film, itu juga kurang tepat," tuturnya.
Mimpi panjang Pramoedya Ananta Toer untuk bisa menyebarkan nilai dan kisah Bumi Manusia terbuka lebar saat ini. Nilai humanistis yang kuat ditambah dengan detail sejarah yang nyaris faktual dalam Bumi Manusia bisa memperkaya khazanah bangsa, terutama anak muda, terlepas dari apa pun mediumnya.
[Gambas:Video CNN] (agn, chri/end)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini