Menyoal Kimi Hime, Gimik yang Tersandung UU ITE

Analisis
CNN Indonesia | Rabu, 31/07/2019 09:48 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Adat ketimuran dan Pasal 27 UU ITE ayat 1 soal kesusilaan di media sosial dijadikan patokan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk memanggil YouTuber gim Kimberly Khoe alias Kimi Hime.Menanggapi hal ini, Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto mengakui definisi kesusilaan yang tak dijelaskan secara rinci dalam UU ITE memang menjadi perdebatan. Akan tetapi, memang tepat apabila Kimi dikenakan pasal 27 ayat 1 UU ITE.
"Bila melihat video tersebut, maka persoalan cara pendistribusian mungkin tepat bila menggunakan pasal 27 ayat 1 UU ITE. Namun bila melihat rumusan pokok kesalahan Kimi Hime, terus terang ada perdebatan mengenai apa yang dimaksud dengan muatan yang mengandung kesusilaan dalam konten video Kimi Hime," kata Damar saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (30/7).
Perlunya definisi yang jelas soal pelanggaran kesusilaan ini juga diamini oleh pakar keamanan siber dari CISSReC Pratama Prasadha. Menurutnya, regulator memang perlu membuat regulasi yang jelas dan rigid. Sehingga bbisa menjadi panduan yang jelas bagi para pembuat konten."Harapannya dengan adanya regulasi tersebut pada nantinya tidak lagi menimbulkan multitafsir terhadap ketentuan-ketentuan yang disampaikan," tandasnya ketika dihubungi, Selasa (30/7).
Judul Clickbait Bermasalah
Damar menjelaskan bahwa konten Kimi Hime memang tidak melanggar UU Pornografi karena tidak ada gambar yang berisi unsur pornografi. Ia mengatakan dalam pasal 1 angka 1 UU Pornografi menjelaskan memberikan definisi mengenai pornografi.
"Isi videonya tidak lebih dari upaya mendokumentasikan permainan game dengan medium video. Tidak ada tindakan yang bisa dikategorikan sebagai pornografi, sebagaimana diatur dalam UU Pornografi, yaitu pasal 1 angka 1 UU Pornografi," kata Damar.
Namun berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com, batasan lebih jelas tentang pornografi ada di Pasal 4 ayat 1. Konten pornografi yang dilarang adalah yang memuat persenggamaan, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan, ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak.
Lebih lanjut, meski tak melanggar pornografi, Damar mengakui masalah utama berada pada judul multi tafsir dan menggunakan bahasa gimmick demi kepentingan clickbait.
"Namun memang ada persoalan dengan judul pada video yang multi-tafsir, menggunakan bahasa gimmick yang menarik orang untuk mengklik video tersebut atas ketertarikan pada judul," katanya.Damar mengatakan UU Pornografi merupakan lex specialis karena penyebarluasan konten pornografi melalui internet tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP dan UU ITE bahkan tidak memiliki istilah kejahatan pornografi.
Akan tetapi seperti UU ITE, KUHP juga mengatur pelanggaran terhadap kesusilaan. Aturan kesusilaan tertuang dalam pasal 282 KUHP.
"Dalam KUHP juga tidak dikenal istilah atau kejahatan pornografi. Namun, ada pasal KUHP yang bisa dikenakan untuk perbuatan ini, yaitu pasal 282 KUHP mengenai kejahatan terhadap kesusilaan. Begitu pun dalam UU ITE, juga tidak ada istilah pornografi, tetapi muatan yang melanggar kesusilaan," ujar Damar. (jnp/eks)
1 dari 2
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini