Search

Kepercayaan Masuk di KTP Tetap Diprotes Ormas dan MUI

PENGHAYAT atau aliran kepercayaan sejak November 2017 boleh masuk dalam KTP, menyusul dikabulkannya gugatan penganutnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dan mulai Februari lalu sudah direalisasikan oleh Ditjen Dukcapil Kemendagri. Tapi sejumlah ormas dan MUI untuk kesekian kalinya menyatakan keberatan. Sebab dampaknya bisa ke mana-mana.

Sejak Orde Baru penganut aliran kepercayaan ingin diakui negara dengan bukti dicantumkan dalam KTP. Meski Presiden Soeharto memberi “lampu hijau” tapi tak pernah juga kesampaian. Jika ada pengakuan pemerintah, paling-paling secara periodik diberi kesempatan siaran di TVRI.

Masuk era reformasi, peluang itu muncul pasca-dibentuknya Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2003. Maka pada tahun 2016 , penghayat kepercayaan, yaitu Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim, menggugat Pasal 61 ayat 1 dan 2 UU Administrasi Kependudukan ke MK. Intinya, mereka keberatan kolom agama dikosongkan, gara-gara bukan penganut agama yang diakui negara.

Angin keberpihakan telah berhembus rupanya, sehingga MK pada 7 Nobember 2017 mengabulkan uji materi para penggugat. Tapi rupanya pemerintah belum siap, sehingga 1,5 tahun kemudian baru bisa diimplementasikan. Mulai Februari kemarin, para penganut kepercayaan telah memperoleh KTP dengan kolom agama bertuliskan: Penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Di Indonesia penganut penghayat kepercayaan itu banyak, ada Pangestu (Paguyuban Ngesti Tunggal), Sapta Darma, Sunda Wiwitan, dan lainnya lagi yang berjumlah sekitar 360 menurut Kementerian Agama (1953) dan kini tercatat sebanyak 187 dengan penganutnya sekitar 12 juta seluruh Indonesia.

Begitu penganut aliran kepercayaan dapat KTP yang mencantumkan aliaran kepercayaan, rupanya ada pihak yang tidak setuju. Sejumlah ormas dan MUI pada 25 Februari lalu menyatakan protes keputusan pemerintah, khususnya ke Ditjen Dukcapil Kemendagri. Ini merupakan protes yang kesekian kalinya, sejak MUI menyatakan keberatan seminggu setelah keputusan MK.

Dalam pandangan MUI, jika mereka diakui nantinya dampaknya bisa ke mana-mana. Mereka bisa saja minta jabatan Dirjen dan Direktur di Kementrian Agama. “Aliran kepercayaan itu bukan agama, tapi kenapa dimasukkan dalam kolom agama?” tanya Ketua DPP MUI Muhyiddin Junaidi. Bener juga, ya. – gunarso ts

Let's block ads! (Why?)

http://poskotanews.com/2019/03/04/kepercayaan-masuk-di-ktp-tetap-diprotes-ormas-dan-mui/

Bagikan Berita Ini
Powered by Blogger.