DI era gombalisasi ini, orang menjadi politisi kebanyakan bukan untuk memajukan bangsa dan negara, tapi demi memajukan ekonomi diri sendiri. Di Provinsi Aceh contohnya, sejumlah Caleg mengundurkan diri karena diterima jadi PNS. Itu artinya, Nyaleg sudah direken seperti orang mencari lowongan kerja belaka.
Penganggur terbuka di Indonenesia menurut Badan Pusat Statistik berjumlah sekitar 7 juta jiwa. Mereka bukan saja penganggur karena minim pendidikan, tapi banyak juga yang lulusan perguruan tinggi, alias penganggur intelek. Kabarnya di akhir tahun 2018 kemarin angka pengangguran itu berkurang 140.000.
Jadi penganggur terbuka maupun tertutup, sebetulnya sama-sama tak enak. Maka Panjiklantungwan dan Panjiklantungwati mencoba cari celah lain. Sejak era reformasi, peluang untuk itu makin banyak. Bukan saja jadi pengojek online, tapi juga bisa jadi politisi, meski namanya karbitan.
Jaman Orde Baru partai hanya tiga. Sekarang bisa sampai 16, bahkan pernah 48. Ini semua membutuhkan kader untuk jadi wakilnya di DPR Pusat maupun DPRD. Nah, ke sinilah para penganggur itu mencari peluang. Siapa tahu dengan nyaleg bisa lolos jadi anggota dewan, yang gajinya rata-rata di atas Rp 50 juta sebulan. Soal kapasitas sebagai Caleg, urusan kedua. Yang penting punya mahar untuk setoran awal ke partai.
Untuk Pileg 2019 ini, kursi DPR disediakan sebanyak 575, sedangkan kursi DPRD provinsi tercatat 2.207 kursi, sementara DPRD kabupaten 17.610. Nah, ini merupakan pasar kerja yang kini sedang diperebutkan para penganggur intelek dengan nama Caleg.
Berapa jumlah peminatnya, belum ada angkanya dari KPU. Tapi logikanya pasti bisa 10 kali lipat dari kursi yang tersedia. Mereka bisa politisi karbitan bin dadakan, bisa juga memang sudah “trah” politisi. Maka di Yogyakarta misalnya, 4 dari 5 putra Amien Rais berebut jadi Caleg, baik untuk DPR Pusat maupun DPRD DIY.
Kemarin diberitakan dari Provinsi Aceh, sejumlah Caleg DPRD mengundurkan diri dengan alasan sudah lulus test ASN dan sebentar lagi jadi PNS. Nah, ketahuan kan aslinya. Mereka memang bukan politisi, tapi sekedar jobseker belaka. Begitu target jadi PNS tercapai, selera jadi anggota dewan pun sirna. Ini memang lebih realistis, ketimbang tetap nyaleg tapi belum tentu lolos. Uang mahar yang masuk partai, anggap saja amal. – gunarso ts
http://poskotanews.com/2019/01/15/ketika-nyaleg-sudah-direken-seperti-cari-lowongan-kerja/Bagikan Berita Ini