POLITISI yang menjadi anggota DPRD disebut pejabat negara. Dalam rangka clean government, pejabat negara setiap tahun harus setor LHKPN ke KPK. Tapi ternyata DPRD tercatat paling mbeler setor laporan. Banyak daerah yang angin-anginan. Bahkan DPRD DKI Jakarta dan Banten yang paling dekat KPK saja, janjian telat setor LHKPN-nya.
Politisi itu ada dua macam, karena panggilan dan karena karbitan. Panggilan adalah politisi yang idealis, ingin mengubah nasib bangsa jadi lebih baik. Ada pula politisi karbitan. Mereka jadi politisi dengan tujuan mengubah nasib diri sendiri, karena cari kerja di sektor lain gagal. Kasarnya, jadi anggota dewan untuk cari kekayaan.
Setelah era reformasi, politisi model begini ombyokan jumlahnya. Dan kebanyakan berhasil. Bukan berhasil sebagai penyambung lidah rakyat, tapi berhasil memperoleh harta kekayaan setelah jadi anggota DPRD. Dulu tak punya apa-apa, kini apa-apa punya. Menurut istilah lama, mereka ini OKB (Orang Kaya Baru).
Untuk menciptakan pemerintahan yang bersih (clean government), baik dari kalangan eksekutif, legislatif maupun yudikatif, setiap tahun pejabat negara dari lembaga itu wajib setor LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara) ke KPK. Dari situ akan termonitor, hartanya asli dari gaji dan tunjangan, atau menyalah-gunakan jabatan.
Tapi ternyata beberapa hari lalu KPK menyatakan kekecewaannya, banyak anggota DPRD dari berbagai provinsi di Indonesia belum setor LHKPN. Ada yang baru beberapa orang, bahkan ada yang sama sekali nol alias nihil. Paling aneh DPRD DKI Jakarta dan Banten yang lebih dekat dengan gedung KPK, janjian pada telat setor LHKPN untuk tahun 2018.
DPRD mbeler itu tercatat ada 10 daerah, mereka adalah: DKI Jakarta, Sulteng, Sulut, Lampung, Banten, Aceh, Papua Barat, Papua, Kalteng, dan Jatim. Mereka beralasan, ada yang kerepotan mengumpulkan bukti aset-asetnya, ada juga yang gagap mengisi berkas.
Nah, yang bingung mengumpulkan bukti-bukti asetnya, jangan-jangan memang harta itu diperoleh tidak wajar. Maka kalau mau cari gampang, tiru saja cara oknum pejabat BPK masa lalu. Dalam laporan LHKPN-nya ke KPK, mayoritas harta itu ditulis: dari hibah dan hibah. Ada juga yang rajin cari blanko segel dan meterai “tempo doeloe”, untuk menanipulasi bukti asetnya. Gampang kan, begitu saja kok repot. – gunarso ts
http://poskotanews.com/2019/01/21/dprd-dki-jakarta-banten-janjian-telat-setor-lhkpn/Bagikan Berita Ini