MENJELANG akhir masa bakti periode 2014-2019, ‘penyakit’ anggota DPR, yaitu kerap membolos, belum juga sembuh. Ini tampak ketika rapat paripurna penutupan masa sidang II tahun 2018-2019 pada Kamis (13/12). Dari 560 anggota Dewan, yang hadir cuma 87 orang, atau sekitar 16 persen saja dari total jumlah legislator.
Ruang rapat paripurna di Gedung DPR Senayan, seperti kosong melompong. Ketika rapat pembukaan masa persidangan II yang berlangsung Rabu (21/11) sama saja, banyak anggota yang bolos. Ketika dikritis, wakil rakyat hanya menjawab, dua agenda ini dianggap hanya formalitas. Jadi tidak penting untuk dihadiri.
Seringnya ruang rapat paripurna ‘lengang’ akibat minimnya anggota yang hadir, tentu menjadi sorotan publik. Wakil rakyat dianggap malas dan doyan membolos. Lumrah saja bila publik kecewa karena anggota Dewan yang terhormat, duduk di kursi DPR dipilih karena dipilih ileh rakyat. Dan mereka harus berkompetisi dengan caleg-caleg lainnya yang juga berambisi jadi legislator.
Publik mafhum bahwa di tahun politik menjelang Pileg dan Pilpres 2019, anggota Dewan yang hampir semuanya maju kembali, kini disibukkan dengan kampanye serta menemui konstituennya. Tetapi semestinya bukan berarti meninggalkan tugas mereka yang sudah terjadwal. Tak pandai membagi waktu, sama saja tak pandai memenej diri sendiri. Bagaimana mau meraih kepercayaan rakyat.
Duduk di kursi legislatif, kini menjadi rebutan. Jelas saja, soalnya gaji anggota DPR menggiurkan. Berdasarkan Surat Menkeu No S-520/MK.02.2015 tertanggal 9 Juli 2015 tentang kenaikan tunjangan anggota DPR, besaran nilai pendapatan yang diterima anggota Dewan berkisar Rp76 juta/bulan. Nilai ini terdiri dari gaji pokok plus tunjangan tetap dan tunjangan lainnya. Jumlah itu di luar biaya perjalanan dinas.
Bukan cuma mengejar gaji, menjadi legislator tentu menaikkan gengsi seseorang. Makanya kini pekerjaan sebagai wakil rakyat diburu oleh siapa pun, dengan bermacam-macam latar belakang profesi. Ada artis, ada pengusaha, pengacara, dan aneka profesi lainnya.
Menjadi wakil rakyat, semestinya bertanggung jawab pada rakyat yang memilihnya. Karena digaji dari keringat rakyat, dan diutus untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Legislator, miskin ide, hanya duduk diam ketika sidang, kerap membolos, ditambah lagi doyan memburu proyek, apakah layak dipilih lagi? Rakyatlah yang menilai. – (Irda)
http://poskotanews.com/2018/12/15/legislator-doyan-bolos-layakkah-dipilih-lagi/Bagikan Berita Ini