MENCURI itu bentuk dari kejahatan dan harus dihukum. Begitu pula orang yang melakukan pencurian dalam situasi bencana alam. Pelaku dihukum, malah bisa jadi mendapat hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan hukuman mencuri dalam situasi kondisi aman.
Lalu bagaimana jika pelakunya adalah mereka para korban bencana? Boleh atau tidak boleh? Sementara para korban bencana yang sangat membutuhkan makanan. Kalau nggak mengambil, ya bisa kelaparan, sakit dan bisa mati?
Kita memang nggak mau membahas soal hukum pencurian. Tapi, ketika ada wacana bahwa masyarakat korban gempa boleh mengambil makanan dari toko atau supermarket, menuai protes. Tapi, mau bilang apa lagi, pengambilan makanan kan sudah terjadi?
Itulah yang terajadi saat ini, di daerah musibah gempa dan tsunami, yang menelan korban jiwa ratusan orang tesebut. Masalahnya orang kalau sudah kelaparan memang nggak pikir panjang lagi, apakah haram atau halal. Maka ketika ada toko dan supermarket mereka berbondong-bondong memgambil nakanan yag ada di situ.
Bolehkah? Ya, tentu saja seperti yang disebut dalam pepatah; Seperti buah si Malakama. Dimakan emak mati, kalau nggak dimakan bapak mati? Terserah mau pilih yang mana. Bingungkan?
Ya,kayaknya bolehlah ada faktor pemaaf untuk kasus semacam ini. Namun, cara mendidiknya adalah, jangan dibiarkan mereka mengambil sendiri barang milik orang lain tersebut. Dikordinirlah dengan baik.
Dan ingat, jika keadan sudah normal, kayaknya pemerintah perlu mengembalikan dagangan toko atau supermarket? Setuju?
Kalau begitu sudahlah, nggak usah terlau panjang berdebat! – (massoes)
http://poskotanews.com/2018/10/04/di-bawah-ancaman-lapar/Bagikan Berita Ini