Search

Catatan 2019: Mulai Lunturnya Kepercayaan Rakyat pada Jokowi

Catatan 2019: Mulai Lunturnya Kepercayaan Rakyat pada Jokowi

CNN Indonesia | Jumat, 27/12/2019 12:02 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Jalan Jenderal Sudirman-MH Thamrin, Jakarta Pusat begitu lengang saat Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin dilantik sebagai Presiden-Wakil Presiden 2019-2024, 20 Oktober lalu. Hanya sepanduk kelompok pendukungnya yang bertebaran di sepanjang jalan dan jembatan penyeberangan orang.

Sejumlah aparat berseragam cokelat dan loreng ikut bersiaga di beberapa titik sepanjang jalan Istana sampai MPR/DPR. Sesekali kendaraan taktis aparat kepolisian hilir mudik di jalur utama Ibu Kota tersebut.

Sementara penjagaan di kawasan sekitar Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta super ketat sejak pagi hari. Bahkan, sejumlah ruas jalan yang menuju Istana sampai harus ditutup dengan pagar kawat duri.


Kondisi ini berbeda 180 derajat saat Jokowi bersama Jusuf Kalla dilantik sebagai Presiden dan Wapres pada lima tahun lalu. Ketika itu ribuan masyarakat memadati ruas Jalan Sudirman-Thamrin.

Jokowi saat itu pun memilih naik kereta kencana yang telah disiapkan di kawasan Bundaran HI. Tak lain ingin dekat dan tak berjarak dari rakyatnya.

Masyarakat bersukacita menyambut dan mengantar sosok yang dianggap sebagai pembawa perubahan itu hingga halaman Istana.

Apa yang terjadi saat itu tak terulang pada pelantikan Jokowi yang kedua ini. Keramaian pendukung mantan Wali Kota Solo itu hanya terpusat di sekitar Monas sampai seberang Istana Merdeka. Pengawalan aparat keamanan juga jauh lebih ketat dari lima tahun lalu. Seakan kedekatan dan jarak Jokowi dengan rakyat lenyap begitu saja.

Perbedaan mencolok tersebut tak terlepas dari sikap Jokowi dan pemerintahnya beberapa minggu jelang pelantikan dalam merespons sejumlah tuntutan masyarakat.

Antara lain, kasus rasial terhadap orang asli Papua pada pertengahan Agustus lalu dan revisi sejumlah undang-undang mulai UU KPK sampai KUHP, pada Agustus-September.

Masalah rasial itu menimbulkan aksi protes di sejumlah daerah, baik di Jakarta sampai beberapa wilayah di Papua dan Papua Barat.

Ribuan orang, khususnya di beberapa wilayah Papua dan Papua Barat, turun ke jalan menentang tindakan rasis kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang. Aksi protes berlangsung hingga berhari-hari.

[Gambas:Video CNN]

Massa aksi yang mengecam tindakan rasis, sekaligus menuntut agar pelaku dihukum memicu kerusuhan di beberapa kabupaten/kota Papua-Papua Barat. Korban berjatuhan, baik luka-luka maupun meninggal dunia.

Aparat kepolisian dan TNI merespons dengan sikap represif. Mereka menangkap puluhan orang. Bahkan, pemerintah juga menambah jumlah pasukan keamanan di provinsi paling timur Indonesia itu serta memblokir akses internet.

Orang-orang yang ditangkap itu dijerat berbagai pasal, salah satunya makar. Aksi protes besar-besaran ini pun berlangsung hampir satu bulan. Kondisi Papua dan Papua Barat belum benar-benar kondusif sampai hari ini.

Pada waktu yang hampir bersamaan muncul rencana pengesahan RUU bermasalah, antara lain RUU KPK serta KUHP. Ribuan orang dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat sipil, mahasiswa, sampai pelajar protes dan turun ke jalan.

Aksi berlangsung di berbagai kota, mulai dari Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Makassar, hingga Kendari. Gerakan ini meningkat eskalasinya pada akhir September. Di Jakarta, aksi terpusat di Gedung MPR/DPR. Ada tujuh tuntutan yang mereka suarakan, dua di antaranya mendesak pembatalan revisi UU KPK dan KUHP.

Lagi-lagi aparat kepolisian represif. Massa dipukul mundur tanpa ampun. Meriam air disemprotkan, gas air mata ditembakkan, hingga pukulan dan tendangan personel Polri diarahkan ke peserta aksi. Tak sedikit juga wartawan yang kerjanya dilindungi undang-undang pun jadi sasaran represif aparat.

Korban kembali berjatuhan dari kelompok masyarakat yang menyampaikan kritik. Meskipun, pada akhirnya Jokowi meminta pengesahan RUU KUHP dan beberapa RUU ditunda. Namun soal UU KPK pengesahan revisinya jalan terus hingga akhirnya berlaku otomatis meski Jokowi tidak menandatanganinya.

Let's block ads! (Why?)

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini
Powered by Blogger.