Barbershop di Selandia Baru Tawarkan Tempat Curhat Bagi Pria

Kampanye ini digalakkan oleh barbershop My Father's Barbers yang dimiliki oleh Matt Brown. Sejak menyuarakannya, barbershop ini menawarkan lebih dari sekadar jasa cukur. Di sini, para pria bisa menyuarakan beban pikiran yang tak bisa diceritakan pada pasangan.
Brown mengungkapkan dirinya paham jika perempuan kadang ingin meringankan beban pasangannya. Perempuan juga menginginkan pasangannya terbuka soal trauma mereka. Namun bukan hal yang mudah buat pria untuk bisa terbuka.
Anggapan bahwa pria harus kuat secara mental membuat sesi curhat dianggap sebagai bentuk 'kelemahan' sehingga membuat pria memilih untuk memendam perasaannya sendiri.
"Ini adalah undangan buat laki-laki untuk memiliki kesembuhan mereka sendiri, mendekonstruksi rasa malu dan mulai berjalan dalam kerentanan melawan emosi yang tertahan atau menjalani hidup dengan terjebak di balik topeng maskulinitas yang meracuni," kata Brown mengutip dari Metro (7/11).
Brown adalah penyintas kekerasan seksual anak. Tumbuh di dalam rumah yang penuh dengan kekerasan, dia tahu pentingnya ruang di mana laki-laki bisa merasa didengarkan.
Kekerasan yang dia hadapi pun memotivasinya untuk menolong orang lain. Dia menyadari banyak orang mengalami rasa sakit, membawanya sepanjang waktu sehingga menjadi trauma.
"Saya sudah belajar memiliki kisah saya dan mengubah rasa malu yang saya bawa selama bertahun-tahun," imbuhnya.
My Father's Barbers telah mengarungi banyak kisah dan rasa sakit pria. Ada banyak media yang digunakan. Pertama melalui dua barbershop di Selandia Baru. Sebanyak 18 staf sudah terlatih untuk bercakap-cakap dengan pelanggan. Tiap minggu mereka dilatih untuk melakukan perbincangan 'berat'.
Kedua, melalui media sosial. Ini sebagai perpanjangan tangan setelah obrolan di kursi cukur. Kemudian program cukur untuk narapidana.
"Ini sudah jadi hidup saya, renjana dan kehormatan selama 10 tahun terakhir. Ketika melayani pelanggan saya benar-benar mendengarkan dan mendengar tiap kisah yang bisa dibayangkan dan kadang tidak bisa. Rasa sakit yang tak terungkap, trauma, lingkaran kemiskinan dan pelecehan. Ini seolah tak berakhir dan luar biasa," katanya. (els/ayk)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini