Search

Mendekap Piala Suhandinata, Menguji Keteguhan Cita-cita

Mendekap Piala Suhandinata, Menguji Keteguhan Cita-cita

Jakarta, CNN Indonesia -- Jika menonton laga Indonesia lawan China di final Piala Suhandinata tidak membangkitkan rasa cemas, haru, dan bangga menjadi warga Indonesia, entah hal apa lagi yang mungkin bisa melakukannya.

Indonesia menghadapi China di final Kejuaraan Dunia Badminton Junior 2019 pada kategori beregu campuran. Level turnamen ini masih junior, namun aksi yang ditampilkan di lapangan badminton tak kalah dengan penampilan papan atas level senior.

Melihat betapa agresifnya serangan Daniel Marthin/Indah Cahya Sari Jamil dan betapa kuatnya mental Putri Kusuma Wardani, bakal ada tepuk tangan yang mengalir dengan sukarela.

Melihat kekecewaan Bobby Setiabudi gagal menyelesaikan perlawanan China ketika peluang sangat terbuka di depan mata, rasa simpati dan iba turut larut di dalamnya.

Menyaksikan Febriana Dwipuji Kusuma dan Putri Syaikah jatuh-bangun mengejar shuttlecock hingga akhirnya mengangkat tangan tanda kemenangan, penonton tentu bakal ikut larut dalam kegembiraan penuh keharuan.

Putri Kusuma Wardani menyumbang satu poin kemenangan untuk Indonesia di partai final.Putri Kusuma Wardani menyumbang satu poin kemenangan untuk Indonesia di partai final. (dok. PBSI)
Indonesia sukses mengalahkan China dengan skor 3-1 di partai final. Ini kali pertama Indonesia menjadi juara beregu di kategori junior setelah turnamen ini pertama kali digelar tahun 2000 dan memperebutkan Piala Suhandinata untuk kali pertama pada 2009.

Prestasi Putri dan kawan-kawan ini terbilang spektakuler. Mereka mampu melakukan sebuah hal yang tak bisa dilakukan oleh senior-senior mereka.

Sejak 2000, nama-nama yang akhirnya jadi nama besar di dunia badminton Indonesia seperti Markis Kido, Hendra Setiawan, Liliyana Natsir, Sony Dwi Kuncoro, Mohammad Ahsan, hingga Tontowi Ahmad tidak mampu melakukannya.

Bahkan gelombang generasi hebat yang berisi Jonatan Christie, Anthony Ginting, Kevin Sanjaya Sukamuljo 'hanya' sanggup meraih runner up di tahun 2013, disusul tempat yang sama pada 2014 dan 2015.

Sukses Indonesia membawa pulang Piala Suhandinata ini adalah sejarah. Indonesia bisa mengembalikan piala yang diambil dari nama tokoh badminton dunia asal Indonesia, Suharso Suhandinata.

Keberhasilan Indonesia memenangkan Piala Suhandinata di tahun 2019 adalah yang pertama kali dalam sejarah.Keberhasilan Indonesia memenangkan Piala Suhandinata di tahun 2019 adalah yang pertama kali dalam sejarah. (dok. PBSI)
Pembinaan Klub Berjalan Bagus

Sukses Indonesia memenangkan Piala Suhandinata edisi 2019 ini merupakan salah satu indikasi jelas bahwa pembinaan klub badminton Indonesia berjalan bagus.

Meski sejumlah pemain sudah jadi anggota pelatnas, namun di usia di bawah 19 tahun, peran klub dalam membentuk pondasi permainan tiap atlet masih sangat besar.

Kompetisi yang jelas dan berjenjang di Indonesia juga memudahkan pemantauan dari pelatnas terhadap bibit-bibit yang layak diandalkan dan ditumpukan harapan.

Meski Piala Suhandinata ini merupakan kategori junior, bukan berarti pemain-pemain yang terlibat di dalamnya hanya memiliki waktu singkat dalam jejak karier mereka di dunia badminton.

Untuk 'sekadar' bisa sampai dan berlaga menjadi anggota skuat Indonesia di Kejuaraan Dunia Badminton Junior 2019, bisa jadi mereka sudah fokus, bekerja keras dan tekun selama 7-10 tahun ke belakang.

Meski terkadang masih terlihat hijau di lapangan, mereka yang ada di sana adalah mereka yang sudah sejak lama tahu apa yang mereka inginkan, yaitu menjadi pemenang.

[Gambas:Video CNN]
Menengok ke Belakang

Sukses di level junior jelas bukan jaminan mereka bakal langsung sukses begitu memasuki persaingan di level senior.

Level senior memiliki dimensi yang sangat berbeda dibandingkan level junior. Saat senior, mereka tidak hanya menghadapi lawan yang seusia, atau hanya berjarak 1-2 tahun dari mereka.

Rentang usia dan jam terbang bisa jadi bakal cukup jauh antara dua pemain yang berhadapan di dua sisi lapangan. Putri mungkin bisa berjumpa Carolina Marin, Bobby punya kesempatan berduel lawan Kento Momota, pun begitu halnya dengan pemain-pemain ganda yang bisa berhadapan dengan Zheng Siwei/Huang Yaqiong, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara, atau senior mereka sendiri seperti Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon.

Setelah membawa Indonesia menjadi juara Piala Suhandinata, perjalanan pemain-pemain muda Indonesia masih sangat panjang.Setelah membawa Indonesia menjadi juara Piala Suhandinata, perjalanan pemain-pemain muda Indonesia masih sangat panjang. (dok. PBSI)
Dalam masa peralihan, maka tugas pembinaan kini menjadi tanggung jawab penuh Pelatnas PBSI di Cipayung.

Namun dalam urusan pencarian jalan menuju prestasi, porsi itu dibagi sama rata, antara pembina [PBSI] dan atlet itu sendiri.

Atlet-atlet muda akan diuji keteguhan, tekad, dan cita-cita mereka yang ingin menguasai dunia. Ada banyak hambatan, mulai dari rasa putus asa, kerasnya persaingan, hingga kemungkinan cedera.

Sukses di level junior bukan jaminan bakal langsung jadi bintang saat tampil di pertempuran sesungguhnya di level dewasa. Namun banyak pula contoh sukses pemain-pemain yang bisa juara di junior lalu menunjukkan konsistensi di fase berikutnya.

Trofi Piala Suhandinata bisa jadi penyemangat bagi seluruh anggota di dalamnya. Ketika di masa depan mereka merasa kecewa, lelah, dan putus asa, mereka bisa melihat ke belakang. Mereka pernah mengangkat tinggi Piala Suhandinata, mengumandangkan Indonesia Raya di Rusia, dan menaklukkan dunia.

Mendekap Piala Suhandinata, Menguji Keteguhan Cita-cita
Ketika mereka kehilangan kepercayaan diri, mereka harus ingat, mereka pernah ada di tempat tertinggi.

Perjalanan masih panjang. Selamat atas kemenangan. Selamat kembali berjuang. (har)

Let's block ads! (Why?)

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini
Powered by Blogger.