Menilik Jejak Peradaban di Karawang
Jakarta, CNN Indonesia -- Terletak sekitar 65 kilometer ke arah Tenggara kota Jakarta, Kabupaten Karawang merupakan salah satu kawasan yang cukup mendapat perhatian dari beragam kepentingan.Jauh sebelum para investor datang ke tempat ini dalam misi mengembangkan properti, Karawang dijadikan kawasan lumbung padi nasional oleh pemerintah RI tepatnya di era orde baru.
Kata 'Karawang' muncul pada naskah Bujangga Manik dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16, sedangkan Cornelis de Houtman merupakan orang Belanda pertama yang menginjakkan kakinya di Jawa juga menulis sebuah tempat bernama Karawang.
Untuk makna kata Karawang sendiri terdapat banyak versi, salah satunya adalah seperti yang ditulis oleh R. Tjetjep Soepriadi dalam buku Sejarah Karawang.
Menurutnya besar kemungkinan Karawang berasal dari kata karawaan yang berarti banyak rawa, hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya daerah yang menggunakan kata rawa di depannya seperti Rawa Gabus, Rawa Monyet, Rawa Merta, dan lain-lain. Bahkan konon sebuah situs bersejarah di Karawang, dulunya merupakan rawa bahkan danau.
Untuk memuaskan rasa penasaran saya memutuskan datang ke Karawang beberapa waktu lalu, namun karena ada sebuah keperluan di sudut Karawang yang lain terpaksa agenda mengunjungi situs bersejarah diubah menjadi siang hari.
Situs percandian Batujaya - 12.00
Untuk mencapai situs ini, pengunjung tinggal ketik Museum Situs Batujaya atau Candi Jiwa Batujaya di aplikasi peta digital dan ikuti petunjuk jalan.
Jarak yang harus saya tempuh dari titik pemberangkatan adalah sekitar 23 kilometer atau sekitar satu jam perjalanan dengan kendaraan roda empat.
![]() |
Sepanjang jalan menuju Situs Batujaya, pengunjung akan 'ditemani' oleh saluran irigasi, beberapa titik permukiman, dan teriknya sinar mentari.
Sekilas nyaris tidak ada kehidupan di sini, hal ini membuat saya kewalahan saat mencari makan untuk mengisi tenaga yang sudah terbuang di lokasi sebelumnya.
Beruntung sekitar 200 meter sebelum Museum Situs Batujaya ada sebuah warung yang menjajakan makanan meski menunya ala kadarnya.
Usai mengisi tenaga dan melepas dahaga, kini saatnya saya untuk menuju lokasi pertama yaitu Candi Jiwa.
Tepat sebelum Museum Situs Batujaya, ada petunjuk di gang yang menunjukkan arah Candi Jiwa dan Candi Blandongan. Tanpa ragu-ragu saya memutuskan mengikuti petunjuk tersebut, hingga akhirnya tiba di ujung jalan tempat memarkir kendaraan.
![]() |
Dari sini perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 500 meter untuk menuju Candi Jiwa dan 1 kilometer untuk menuju Candi Blandongan.
Jelas ini adalah pilihan yang tidak menyenangkan jika tidak memiliki ketertarikan terhadap peninggalan bersejarah, mengingat matahari siang itu sangat terik dan keji.
Sayangnya saat tiba di Candi Jiwa, saya tidak melihat seorang petugas yang sekiranya bisa memberikan penjelasan lebih lanjut selain papan informasi yang tertanam di kawasan candi.
Tapi setidaknya saya bisa mendapatkan sedikit gambaran tentang fungsi Candi Jiwa ketimbang tumpukan batu tak terstruktur di Situs Damar, tempat yang saya lewati sebelum Candi Jiwa.
![]() |
Tak ingin berlama-lama, saya melanjutkan perjalanan menuju Situs Blandongan. Di tempat ini saya bertemu dengan seorang petugas bernama Suharno, ia mengaku telah bekerja di sini selama belasan tahun.
Menurutnya Candi Jiwa merupakan peninggalan kerajaan Tarumanegara, sedangkan Candi Blandongan peninggalan Tarumanegara dan Sriwijaya.
"Kalau diteliti, di dalam candi ini ada bangunan lagi. Itu bisa dilihat dari satu bagian yang dibongkar di Candi Blandongan," ujar pria yang akrab disapa Harno kepada saya.
Bagian luar, Harno melanjutkan, merupakan bangunan dari era Kerajaan Sriwijaya sedangkan bagian dalam dibangun di zaman kerajaan Tarumanegara. Ini berarti bangunan asli Candi Blandongan sudah ada sejak zaman keenam masehi.
Harno menceritakan dulunya tempat ini disebut Unur Blandongan, Unur berarti gundukan atau bukit kecil sedangkan Blandongan adalah sebuah tempat untuk berkumpul karena lokasinya lebih tinggi ketimbang tempat lainnya.
Selain Blandongan ada beberap unur lain seperti Unur Jiwa, Unur Serut, Unur Lempeng, Unur Lingga, Unur Asem, dan lainnya.
Setelah tim Arkeologi Universitas Indonesia, meneliti tepat ini di medio 1980-an, beberapa unur akhirnya terungkap jika merupakan lokasi candi.
"Sebelum sawah dulu tempat ini adalah rawa, peradaban di sini diperkirakan sempat terputus beberapa abad karena luapan air Sungai Citarum. Tidak ada yang pernah menyangka jika tempat ini dulunya merupakan lokasi peribadatan dan peradaban," ujarnya.
![]() |
"Tapi yang unik di kawasan tanjung pakis, orang-orang masih ada yang menyebut salah satu aliran sungai dengan nama sungai candi, dan jika ditelusuri maka akan sampai ke sini."
Selain artefak dan arca, di Candi Blandongan juga banyak ditemukan rangka-rangka manusia. Beberapa rangka tersebut ditemukan dalam keadaan masih menggunakan perhiasan di antaranya berupa manik-manik dari tanah, kaca dan batu.
"Diperkirakan sebelum dibangun Candi Blandongan, tempat ini adalah pemakaman. Sebab jarak antara rangka satu dan rangka lainnya terbilang presisi, dan arahnya semua sama," katanya.
Usai mengunjungi dua buah candi, saya menyempatkan diri singgah ke museum untuk melihat beberapa penemuan yang ada di situs Batujaya. Meski sepi, namun Museum Situs Batujaya terbilang cukup lengkap dan informatif, bahkan setiap pengunjung yang datang ke tempat ini akan diberikan selebaran berisi informasi tentang Situs Batujaya.
Bahkan jika bukan termasuk orang yang bisa menikmati museum, bersantai di kawasan museum bisa menjadi pilihan yang menarik, mengingat tempatnya yang teduh dan banyak pedagang mejajakan makanan.
Pantai Sedari - 17.00
Setelah berpanas-panasan di kawasan Batujaya, saya melanjutkan perjalanan menuju lokasi selanjutnya yaitu Pantai Sedari.
Sebenarnya jika mengikuti jalur, ada sebuah pantai yang lebih dekat dengan Situs Batujaya yaitu Pantai Tanjung Pakis namun karena tujuan saya adalah menikmati matahari terbenam sambil menelan seafood maka Pantai Sedari menjadi pilihan.
![]() |
Jarak dari Situs Batujaya menuju Pantai Sedari sekitar 33 kilometer, jalan yang dilalui terbilang cukup nyaman karena sudah dibeton. Namun jika berangkat menggunakan mobil sebaiknya jangan terlalu patuh terhadap aplikasi peta karena ada beberapa jalur yang tidak bisa dilalui mobil.
Setelah 'puas' dikerjai GPS dan meminta petunjuk pada penduduk sekitar, akhirnya saya bisa sampai di kawasan Pantai Sedari tepat pukul 17.00 WIB. Sayangnya saat saya tiba di sana, tidak banyak warung yang buka.
![]() |
Sehingga pilihan hanya jatuh pada sebuah warung yang terletak paling ujung dan paling jauh dari objek vital milik Pertamina, yang menjajakan hidangan (lagi-lagi) ada kadarnya. Sebab para penjual makanan laut hanya beroperasi pada akhir pekan.
Sembari menunggu santapan tiba, saya menghabiskan sore dengan berjalan-jalan di kawasan tambak dan menanti matahari terbenam. Sebenarnya tempat ini cukup menarik, karena banyak pepohonan dan pasir hitam yang lembut ditambah semilir angin yang bertiup perlahan.
Namun karena ada peristiwa gelembung gas yang bisa memicu semburan gas di anjungan Lepas Pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ), warna air laut di Pantai Sedari saat itu terlihat kurang menyenangkan.
[Gambas:Video CNN] (agr)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini